Apakah Anda pernah mendengar ucapan media terkait Jakarta tenggelam 2050? Jakarta bukan satu-satunya kota di dunia yang mengalami krisis seperti ini. Tempat-tempat seperti New Orleans, Venesia, Miami dan Mexico City telah menjadi sorotan banyak media dalam beberapa tahun terakhir karena semakin tenggelam oleh naiknya permukaan laut. Namun karena pantai yang rentan dan populasi yang berkembang pesat, kota-kota di Asia Tenggara seperti Bangkok, Kota Ho Chi Minh, dan Manila termasuk yang paling terpengaruh. Begitu juga dengan Jakarta yang beberapa daerahnya bisa tenggelam dengan kedalaman rata-rata sekitar 10 inci (25,4 cm) per tahun. Jadi pertanyaannya adalah bagaimana Jakarta menjadi kota yang tenggelam paling cepat di dunia, dan akankah ia dapat bangkit dari sini?
Kenaikan Populasi
Di bawah pemerintahan kolonial Belanda dari akhir 1600-an hingga pertengahan 1900-an, Jakarta merupakan pusat perdagangan yang tumbuh padat dengan jalinan jalan dan kanal. Belanda membangun kanal untuk memfasilitasi transportasi yang efisien dan mengendalikan banjir di kota. Tetapi karena pemeliharaan yang buruk selama beberapa dekade, kanal-kanal ini telah menjadi tersumbat dan tercemar, sehingga malah menyumbang banjir daripada meredakannya.
Setelah negara Indonesia merdeka pada pertengahan abad ke-20, populasinya segera meledak. Jumlah penduduk tumbuh menjadi sekitar 1.4 juta pada 1950, naik dari 115.000 pada 1900, dan sampai sekarang angka itu terus bertambah. Sebelum pertumbuhan populasi ini, banjir besar yang tercatat relatif sedikit. Namun sejak tahun 90-an, banjir muncul setiap lima tahun atau lebih. Sebuah fenomena yang sebagian ahli atributkan sebagai bagian dari pertumbuhan populasi yang cepat ini.
Saat ini, Jakarta memiliki populasi lebih dari 10 juta, dan wilayah metropolitan Jakarta yang lebih besar adalah rumah bagi sekitar 30 juta jiwa. Sebagian besar tanah yang dulunya pernah membudidayakan ladang dan hutan bakau untuk menyerap hujan dan melindungi pantai dari banjir, kini dipenuhi dengan aspal, jalan raya, dan gedung pencakar langit seperti gedung perkantoran serta gedung apartemen.
Jakarta Tenggelam 2050?
Penurunan Tanah
Peneliti menghubungkan prediksi Jakarta tenggelam 2050 dengan cepatnya penurunan tanah. Ini terjadi ketika terlalu banyak air tanah diekstraksi, menyebabkan lapisan batuan dan sedimen menjadi padat. Karena terpolusinya air sungai dan tidak tersedianya air ledeng yang bersih ke sebagian besar kota dalam harga yang lebih terjangkau, banyak penduduk yang menggali sumur untuk dipompa dari akuifer di bawah tanah sebagai satu-satunya solusi.
“Saat ini, pemerintah hanya dapat menyediakan kurang dari 40% kebutuhan air di sini,” kata Dr. Heri Andreas, Peneliti Subsiden, Institut Teknologi Bandung.
Heri Andreas adalah peneliti lokal yang telah mempelajari penyurutan di Jakarta selama lebih dari dua dekade. Dia mengatakan di bagian utara Jakarta yang tenggelam paling cepat, para peneliti telah mengamati penurunan lebih dari 13 kaki (3,9 meter) sejak tahun 1985. Itu sama tingginya dengan gajah terbesar.
Dan Jakarta bukan satu-satunya area yang terpengaruh di dalam negeri. Andreas menunjukkan bahwa banjir telah memburuk di sepanjang pantai utara Jawa. Dan baru-baru ini juga, tsunami yang dipicu oleh gempa berkekuatan 7,5 SR menghancurkan kota pesisir Palu. Banjir berikutnya dan bencana lainnya menyebabkan lebih dari 1.200 kematian, dan jumlah itu diperkirakan akan meningkat.
Ini semua terjadi membuktikan laporan iklim PBB yang memperingatkan bahwa bahkan setengah derajat pemanasan global bisa membawa kenaikan permukaan laut ke garis pantai yang dapat mempengaruhi 10 juta orang. Dengan adanya perubahan iklim, tingkat ketinggian Laut Jawa meningkat dan cuaca di Jakarta pun menjadi lebih ekstrem.
Baca juga: Ini Dia Delapan Penyebab Banjir di Jakarta
Dampak dan Solusi
Saat ini, beberapa orang Jakarta merasakan sedikit dampak dari tenggelamnya Jakarta, dan ketimpangan pendapatan dapat menjadi faktor penentu yang besar dalam menyikapi masalah ini seandainya prediksi Jakarta tenggelam 2050 memang benar terjadi. Andreas mengatakan beberapa keluarga berkecukupan membangun kembali bagian-bagian rumah mereka setiap 10 tahun atau lebih untuk membuat strukturnya lebih tinggi. Untuk orang yang kurang mampu, mereka mau tidak mau harus beradaptasi saja.
Penggusuran juga menjadi lebih umum, karena pemerintah secara paksa memindahkan orang-orang berpenghasilan rendah dari rumah-rumah tepi pantai, yang walaupun gagasannya adalah untuk melindungi warga dari banjir, banyak yang percaya bahwa itu sebenarnya adalah usaha pemerintah untuk memberikan jalan bagi masuknya infrastruktur yang lebih menguntungkan seperti apartemen mewah.
Sebenarnya sudah banyak solusi telah diusulkan, termasuk menggali lubang di tanah dan mengisinya dengan bahan organik seperti daun untuk membuatnya lebih berpori, memperkenalkan kembali waduk dan bakau ke daerah-daerah beraspal di kota, dan bahkan membangun “Giant Sea Wall” senilai $40 miliar untuk menahan naiknya air laut. Pemerintah telah memasang tanggul dalam beberapa tahun terakhir untuk melindungi pantai, tetapi beberapa sudah retak atau bahkan meluap.
Jakarta masih berada dalam jalur yang panjang untuk mencegah terjadinya Jakarta tenggelam 2050. Namun langkah kecil untuk meremajakan lingkungan bukanlah sesuatu yang tercela. Mulailah dari diri kita sendiri dan lingkungan sekitar.