Jakarta kota terpadat – Sebuah laporan baru-baru ini oleh Euromonitor International telah memperkirakan bahwa Jakarta, ibu kota Indonesia di pulau Jawa, akan menjadi kota terpadat di dunia pada tahun 2030.
Menurut laporan itu, populasi Jabodetabek akan tumbuh sebesar 4,1 juta orang dan mencapai 35,6 juta, sementara Tokyo akan menyusut dua juta menjadi 25,4 juta.
Jika prediksi itu benar, Jakarta akan menjadi kota pertama dari negara berkembang yang memegang gelar tersebut.
Komentar Para Ahli Mengenai Prediksi Jakarta Kota Terpadat
Tingkat pertumbuhan populasi yang tinggi di Jakarta dapat membawa manfaat ekonomi yang signifikan ke Indonesia dan dapat membantu menarik investor ke kota.
Untuk sepenuhnya memanfaatkan ini, perlu ada investasi yang lebih besar dalam sumber daya manusia, seperti melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan.
Jakarta Kota Terpadat
Baca juga: Cara Atasi Sengketa Tanah Tanpa Menambah Konflik
Dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg , Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati menekankan bahwa investasi dalam sumber daya manusia sangat penting, jika Indonesia ingin beralih dari ekonomi berpenghasilan menengah ke ekonomi berpenghasilan tinggi dalam jangka panjang.
Itu karena investasi modal manusia yang memadai akan memungkinkan tingkat pertumbuhan populasi yang tinggi difokuskan pada kelas-kelas menengah dan atas, yang akan bertindak sebagai katalis untuk pertumbuhan ekonomi dan investasi potensial.
Ada tantangan signifikan lainnya juga yang datang dengan prediksi Jakarta kota terpadat. Sebagai kota terpadat kedua di dunia, Jakarta telah menghadapi masalah serius, seperti lalu lintas yang buruk, infrastruktur yang tidak memadai, dan banjir. Tambahan 4,1 juta orang pada tahun 2030 hanya akan memperburuk masalah-masalah ini.
Lalu lintas yang buruk adalah masalah yang sangat rentan terhadap tingginya tingkat pertumbuhan populasi. Menurut INRIX 2017 Global Traffic Scoreboard, Jakarta berada di peringkat ke dua belas terburuk di dunia dengan pengemudi menghabiskan 23 persen dari perjalanan mereka dalam kemacetan.
Masalah kemacetan ini juga membawa biaya ekonomi yang signifikan. Bambang Brodjonegoro, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, memperkirakan bahwa kemacetan telah menyebabkan kerugian sekitar 67,5 triliun rupiah ($ 6,2 miliar) per tahun.
Untuk memperbaiki ini, pemerintah Indonesia telah memperkenalkan kebijakan seperti kebijakan ganjil-genap untuk membatasi jumlah kendaraan di jalan selama jam sibuk. Meskipun ini mungkin merupakan solusi jangka pendek yang efektif, ini tidak mengatasi masalah mendasar dan hanya memindahkan beban ke sistem transportasi umum Jakarta.
Jumlah penduduk DKI Jakarta pada 2018 mencapai 10,47 juta jiwa sementara luas wilayahnya hanya 662 km persegi. Artinya, setiap tanah seluas satu km persegi di ibu kota negara ini dihuni oleh 15.804 jiwa. Padahal kepadatan penduduk DKI Jakarta pada 2010 baru mencapai 14.506 jiwa per km persegi.
Adapun kota terpadat di DKI Jakarta adalah Jakarta Barat dengan kepadatan penduduk mencapai 19.757 jiwa per km persegi. Kota terpadat kedua adalah Jakarta Pusat, di mana satu km persegi dihuni oleh 19.212 jiwa. Sementara itu, Kabupaten Kepulauan Seribu merupakan wilayah DKI dengan kepadatan penduduk terendah, yakni hanya 2.774 jiwa per km persegi.
Lebih Lanjut
Masalah signifikan lainnya yang dapat diperburuk oleh prediksi Jakarta kota terpadat adalah kenyataan bahwa Jakarta tenggelam lebih cepat dari kota besar lainnya di planet ini.
Ini khususnya bermasalah di Jakarta Utara, yang terletak di Teluk Jakarta. Dalam sepuluh tahun terakhir, tanah di daerah ini telah tenggelam 2,5 meter, dua kali lipat rata-rata global untuk kota-kota besar pesisir.
Pada tingkat itu, sembilan puluh lima persen dari Jakarta Utara dapat terendam air pada tahun 2050 jika tidak ada langkah-langkah pencegahan yang dilakukan.
Proses ini kemungkinan akan mendorong banyak penduduk lebih jauh ke Jakarta, berpotensi memadati kabupaten lain. Banjir juga akan terus menjadi masalah.
Sama seperti banyak tantangan lain di Jakarta, mengatasi masalah ini akan memerlukan investasi dalam proyek infrastruktur, seperti dinding laut, kanal, dan akses ke air yang tidak menguras akifer di bawah kota.
Sumber untuk prediksi Jakarta kota terpadat: Future Directions International, Databoks
Baca juga: Apa Saja Cara Jual Tanah Warisan?