Akhir-akhir ini banyak developer yang menyasar proyek dengan konsep mixed-use, superblock, dan yang terbaru adalah kota mandiri. Banyak orang yang mengidentikkan superblok dan mixed-use, padahal keduanya istilah yang berbeda. Lalu, apa beda kedua konsep tersebut dengan kota mandiri? Berikut ini adalah penjelasannya.
Proyek Superblok
Superblok adalah sebuah konsep penataan ruang di kota yang memaksimalkan fungsi lahan yang ada. Lahan yang cukup terbatas dibuat sedemikian rupa sehingga fungsinya bisa menjadi tempat pemukiman, bisnis, perdagangan, pendidikan, jasa, hingga rekreasi.
Proyek superblok memang terlihat seperti kota mandiri (self-contained city), tetapi jika dilihat letaknya yang berada di dalam kota, superblok bisa juga disebut sebagai kota di dalam kota (city within city). Jika Anda tinggal di superblok, maka semua kebutuhan Anda bisa dilengkapi di dalam kawasan tersebut, sehingga tingkat mobilisasi bisa dikurangi secara signifikan. Artinya, kualitas hidup lebih baik, efisien, hemat waktu, hemat uang dan hemat energi.
Di Indonesia, sudah ada beberapa proyek superblok sejak tahun 1990-an. Beberapa contohnya adalah Rasuna Epicentrum, Mega Kuningan, dan Sudirman Business District. Contoh-contoh superblok tersebut biasanya sudah dikenal luas dan disebut sebagai suatu kawasan mandiri di bagian kota tersebut.
Proyek Mixed-Use
Berbeda dengan konsep superblok yang menawarkan berbagai fungsi di suatu area, proyek mixed-use biasanya merujuk pada sebuah bangunan multifungsi yang bisa mengakomodasi beberapa fungsi, mulai dari hunian, pusat belanja, perkantoran, pendidikan, rekreasi, dll.
Konsep multifungsi ini banyak dipilih karena memiliki beberapa kelebihan:
- Menciptakan hunian vertikal dengan jenis dan tingkat kepadatan lebih besar
- Mengurangi jarak antara hunian, lokasi kerja, pusat belanja, dan tujuan primer lainnya.
- Bangunan lebih compact dan hemat lahan.
- Menciptakan lingkungan yang lebih berkarakter
- Lingkungan ramah pejalan kaki dan pesepeda.
Penerapan bangunan vertikal dengan konsep mixed-use di lokasi strategis, seperti pusat kota, lebih diutamakan untuk memaksimalkan pembangunan di lahan yang relatif kecil. Dengan semakin menyusutnya persediaan lahan dan semakin padatnya penduduk, konsep ini dianggap sebagai solusi dan strategi pembangunan paling tepat.
Di Jakarta, bangunan mixed-use biasanya mengakomodasi hunian (apartemen atau kondominium) dan komersial (mal). Beberapa proyek memiliki skala lebih besar, dimana bangunan bisa mengakomodasi fungsi lain seperti perkantoran, hotel, dan sarana rekreasi.
Kota Mandiri
Sekarang ini developer berlomba-lomba menggarap proyek kota mandiri dengan berbagai fasilitas yang memudahkan hidup penghuninya. Kota mandiri juga biasanya memiliki konsep-konsep yang mendukung kemudian akses dan transportasi warga karena biasanya berada di kota-kota penyangga Jakarta.
Sebuah kawasan kota mandiri biasanya memiliki fasilitas publik mulai dari hunian, pusat pendidikan, pusat bisnis, perbankan, dan umah sakit, sebagai proses utama yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan utama.
Kota mandiri tidak hanya menjawab kebutuhan hunian, tetapi juga memberi efek terhadap perekonomian baru yang terhubung dengan fasilitas publik. Di dalam kota mandiri bisa terdapat produk-produk rumah tapak, proyek mixed-use, apartemen, area komersial, fasilitas pendidikan, dan rumah sakit.
Dari sisi segmen pasar, kota mandiri menyasar semua golongan, mulai dari kelas menengah ke bawah hingga kelas atas. Proyek-proyek ini biasanya menjawab program pemerintah dalam menyediakan kebutuhan hunian yang layak bagi masyarakat.
Baca juga: Modernland Akan Membangun Kota Mandiri Seluas 350 Hektar
Sumber: Liputan6, Okezone.